Rabu, 29 Juli 2009

Act Two : Xianist for Girl

< Back to Homepage

Jam 04.00…
“Ayo semua! Bangun!” Teriak seseorang. Sontak teriakan itu membuat orang-orang yang tidur di sini terbangun. Diki, Zimi, dan Gumy pun terbangun.
“Augh… ini kan masih pagi…” Gerutu Diki sambil menguap terus-menerus.
“… Iya… padahal aku lagi enak-enakan mimpi naik naga.” Sambung Zimi. Gumy tidak berkomentar, hanya saja wajahnya masih memperlihatkan ketidakpuasannya karena dibangunkan secara paksa.
“Baiklah semua, perhatikan! Mulai dari sekarang kalian semua harus bangun jam empat pagi dan berlatih jam lima pagi.”
Semuanya mangap! Gila! Jam lima?! Itu Penyiksaan!
“Baiklah, ada waktu tiga puluh menit untuk bersiap. Tenggang waktu lima menit, kalian harus sudah berkumpul di lapangan. Ayo Cepat!” Teriaknya. Semua langsung berhamburan keluar. Ada yang rebutan masuk kamar mandi, ada juga yang langsung ganti baju, ada yang langsung pergi ke lapangan dengan baju yang dikenakannya saat tidur, dan yang lain. Sedangkan Diki, Zimi, dan Gumy mengambil pilihan paling pertama, Rebutan Kamar Mandi…
Semenjak Diki cs lolos menjadi Xianist, mereka tinggal di sebuah kos-kosan yang memang dipersiapkan untuk para Xianist laki-laki. Jika kita ibaratkan pintu masuk di selatan, maka yang ada di utara adalah ruang rekreasi dan Gym, tempat tidur di barat, dan kamar mandi di timur. Sayangnya, kamar mandi di sini hanya ada lima. Sehingga jika ada kejadian seperti ini, mereka harus rebutan. Sebenarnya, hari ini adalah hari rekrutan Xianist untuk perempuan. Para Xianist baru diperbolehkan untuk menjadi pengawas. Tapi…
“Woy! Jangan dorong-dorong aku dong!” Teriak Diki kesakitan.
“AW! Woi! Sabar!” gentian Zimi berteriak.
“Woy… SAKIT!” Jerit Gumy. Bukan karena sakit berdesak-desakan tapi sakit karena Zimi dan Diki berteriak pas di dekat kuping Gumy. Keadaan di sana masih sedikit mengenaskan, sekitar 10 orang masih berdesak-desakan, termasuk Diki cs. Sedang yang lain, ada yang sudah selesai mandi, ada yang menyerah dan langsung menuju ke lapangan.
* * *
Tiga puluh menit kemudian…
“Baiklah semua! Kita akan mulai berlatih. Perhatikan arahnya baik-baik!” Perintah Ryon. Semuanya mulai memperhatikan Ryon. Ia memberitahu tentang rintangan apa saja yang akan dilewati.
Masih dalam keadaan setengah sadar, Diki berusaha memperhatikan apa yang diinstruksikan Ryon. Sedangkan Zimi dan Gumy sudah mengerti dan mulai melakukan pemanasan.
“Diki, kau sudah siap untuk melewati rintangan?” Kata Zimi bersemangat.
“…Heh?” Diki hanya melongok. Zimi dan Gumy hanya terdiam. Mereka berdua tahu kalau Diki masih mengantuk.
Zimi membisiki Gumy. “Gumy, kau bisa menggunakan sihir air untuk membangunkan Diki?”
Gumy mengangguk. Dia mulai men-chant spell lalu berteriak, “WATER CANNON!”
BYUURR!
“UWAA!!” Diki menjerit sambil mengigil kedinginan.
“Bagaimana? Bersemangat?” Tanya Gumy sambil tersenyum sinis.
“brrr….jahat…” Keluh Diki. Zimi dan Gumy tertawa. Karena tawa mereka terlalu keras, semuanya melihat ke arah mereka, namun mata mereka lebih tertarik pada Diki yang menggigil kedinginan. Sontak mereka semua tertawa.
“Ok, sudah! Kita mulai saja latihannya.” Perintah Ryon. Semuanya mulai berlari menuju rintangan demi rintangan. Ada rintangan kawat berduri, ayun tali tambang, Lewati lapangan penuh ranjau, Rintangan Gun Turret. Dan rintangan-rintangan kejam lainnya. Semuanya melewati dengan seksama dan bersama-sama.
Satu jam kemudian… hampir dapat dikatakan semua xianist laki-laki terkapar tak berdaya di tanah.
“Baik, cukup. Kalian hebat sekali. Sekarang, istirahat dan ganti baju kalian dengan seragam Xianist. Sebentar lagi rekrut pasukan perempuan akan dimulai.” Kata Ryon sambil pergi meninggalkan semuanya. Semuanya tersenyum.
“ah… kita jadi pengawas ya…” Kata Zimi.
“aku berharap kalau aku bisa menemukan seorang perempuan yang baik hati nanti.” Diki mulai ngelantur.
“Ah! Kau asik cewek aja!” Gumy mendorong tubuh Diki. Mereka bertiga tertawa.
“Sudah, sudah. Ayo kita siap-siap!” Ajak Zimi. Diki dan Gumy mengangguk lalu pergi kembali ke kos-kosan mereka.
* * *
Jam 13.00
Semua ‘penduduk’ di kos-kosan Xianist laki-laki sudah bersiap dengan pakaian seragam xianist merah dengan celana panjang hitam, syal hitam melilit di leher mereka. Mereka keluar dari rumah kos itu dan berangkat menuju tempat perekrutan.
“Zim, Gum! Tunggu!” Teriak Diki. Diki kelihatannya sedang kesulitan memakai syal kebangsaan Xian. Zimi hanya mendengus.
“kau sih! Sudah kubilang kan biar aku aja yang memakaikannnya!” kata Zimi sambil memakaikan syal Diki di lehernya.
“Woi! Kalau marah bilang! ‘gak usah pake dicekik segala!” Teriak Diki kesakitan karena ikatan syalnya terlalu kencang di lehernya.
“Sori, sori. Mangkanya jangan gerak-gerak!”
Gumy yang melihat kedua orang itu mulai kesal“Bro, cepat sedikit!” teriaknya.
“Iya-iya!… aku sudah siap!” kata Diki sambil berlari. Zimi pun menyusul mereka berdua. Ketiga orang itu berlari menuju tempat perekrutan.
* * *
“Selamat datang di Barak Xian, perempuan-perempuan pemberani. Kami akan memulai testnya sebentar lagi. Kami harap kalian semua berhasil.” Kata Ryon. Semua perempuan yang berkumpul berteriak ‘ya’ secara serentak. Lalu, Ryon pergi dari podium. Diki, Zimi, dan Gumy sepakat untuk mengawasi di pintu awal rintangan.
Gumy berbisik kepada mereka berdua. “Zim, Dik, kita ngapain sih disini sebenarnya?”
“Umm… cuman jaga-jaga aja…” Jawab Zimi.
“Iya… Sekalian ngelihat cewek cakep, gitu loch!” Sambung Diki yang dibalas dengan ejekan Zimi dan Gumy.
“Kalau begitu aku jalan-jalan sebentar ya.” Kata Gumy sambil pergi dari sana.
“yah… kalau begitu, ini adalah tugas kita. Ayo! Aku ke pintu akhir ya Dik!” kata Zimi. Diki mengangguk.
* * *
Gumy berjalan-jalan menyusuri padang rumput di sekitar tempat perekrutan. Tak sengaja ia menabrak seorang perempuan yang sedang mengikat tali sepatu.
“O.. maaf.” Gumy mengulurkan tangan kepada perempuan itu.
“Tak apa. Aku juga salah.” Jawabnya sambil menyambut uluran tangan tersebut.
“Apa yang kau lakukan disini? apakah kau juga mengikuti test ini?”
“Iya, namun aku tersesat disini.” Tutur perempuan tersebut. Wajahnya kemerah-merahan.
“Kalau begitu, bagaimana bila aku antar kau ke lapangan?” tawar Gumy. Perempuan itu menatap Gumy tak percaya.
“Benarkah?”
“Tentu.”
“T-Terima kasih banyak. A-Aku tak tahu bila kau tak datang di sini.”
“Tak apa. Ayo.” Ajak Gumy. Perempuan itu pun mengikuti arah Gumy. Dalam perjalanan menuju ke lapangan, Gumy berbincang-bincang dengan perempuan tersebut. Nama perempuan tersebut adalah Mizuki. Dari senjata yang ia pegang, nampaknya ia adalah seorang wizard, pikir Gumy.
“Jadi, element apa yang kau kuasai?” Tanya Gumy.
“Element?” Mizuki keheranan.
“iya. Element. Kau seorang wizard kan?”
“Oh, mungkin kau salah melihat. Tongkat ini bukan tongkat wizard, tapi tongkat healer. Aku adalah seorang healer.” Jelas Mizuki. Gumy hanya manggut-manggut. Oh, aku salah… Tak terasa, mereka berdua telah sampai di lapangan perekrutan.
“Ini dia. Kalau begitu, aku permisi. Selamat tinggal.” Kata Gumy lalu meninggalkan Mizuki. Mizuki melihat Gumy yang mulai menjauh. Dalam perjalan Gumy sempat berpikir, Manis sekali wajah perempuan itu… Ia terus membayangkan wajah Mizuki namun langsung tersadar. Ah tidak! Aku ini berpikir apa sih? Bodoh!
* * *
Diki sedang mengawasi test yang sedang berlangsung. Untuk test yang pertama, memang agak spesial. Pasukan Xianist laki-laki yang baru diperbolehkan untuk menjadi penghalang di rintangan Trap of Death. Mereka akan menjadi pengganti gun turret.
Ah.. ada-ada saja Pak Ryon. Kok bisa sih, gun turret jadi anggota Xianist yang baru? Pikir Diki. Ia rasa hal itu terlalu kejam untuk para calon perempuan. Kalau gitu sih, namanya membunuh…
Zimi tiba-tiba muncul dan memukul bahu Diki. “Dik, apa yang kau lakukan?”
“Zimi rupanya. Kok kau tidak menjaga pintu keluar rintangan ini?”
Sambil menunjuk seseorang di pintu akhir, “ada yang menggantikan aku.”
“Oh, trus… mau apa kesini Zimi?”
“Aku disuruh menjadi penghalang di rintangan baru.”
“heh?”
“iya, yang namanya valley of Arrow. Tahu kan?”
“oh iya. Kalau begitu, selamat membuat calon gagal ya. Hahahahah” tawa Diki. Zimi pun ikut tertawa.
“Kau ada-ada saja Diki. Kalau begitu, aku tinggal dulu ya. Da..” Zimi berlari masuk menuju rintangan yang ia maksud. Diki hanya tersenyum. Wew… Zimi bersemangat sekali! Pikir Diki. Tiba-tiba seseorang membuyarkan pikiran Diki.
“Permisi, apakah sekarang sudah saatnya giliranku?” Tanya seorang perempuan. Diki menoleh ke arahnya. Seorang perempuan berambut hitam panjang dengan Armor merah dan sebuah Long-Scoped Riot Gun ada di tangannya.
“Oh ya, maaf. Silahkan Masuk selanjutnya!” Kataku padanya.
Perempuan itu masuk ke dalam arena rintangan. Diki memperhatikan perempuan itu. Perempuan tersebut berhasil melewati rintangan lapangan ranjau dengan mudahnya. Lalu rintangan Valley of Arrow, Ia mulai menghindari serangan-serangan panah yang dikeluarkan oleh Zimi. Hebat… Pikir Diki. Lalu, akhirnya perempuan itu menghadapi rintangan Trap of Death. Perempuan berarmor merah itu mulai kesulitan. Tapi, perlahan namun pasti, ia berhasil melewatinya.
“MrSAstrid, kau berhasil maju ke test kedua.” Kata penjaga pintu keluar. Jadi, namanya Astrid ya? Pikir Diki. Ah… tidak tidak. Aku tak boleh memikirkannya di saat sekarang.
“Baik, Selanjutnya!” Teriak Diki untuk melanjutkan test.
* * *
Jam 14.00
Sekarang adalah fase istiraht. Diki, Zimi, dan Gumy berkumpul di ruang makan. Mereka mulai bercerita pengalaman mereka saat mengawasi test. Diki bercerita tentang pertemuannya dengan perempuan yang bernama Astrid, sedangkan Gumy bercerita tentang pertemuannya dengan Mizuki.
“Kalian membuat aku iri! Begh!!” Kata Zimi. Wajah menunjukkan kalau ia depresi berat.
“Jangan gitu dong Zimi, enggak bagus loh kalo wajahnya ditekuk kayak gitu. Hahahah!” celoteh Diki. Gumy tertawa keras.
“Betul betul betul! Lagi pula kan, kita cuman bertemu, apalagi Diki. Dia cuman numpang nengok doang.” Kata Gumy berusaha menghibur.
“Iya deh. Selamat ya.” Kata Zimi suntuk. Lalu suara alarm berbunyi tanda fase istirahat telah selesai.
“Nah, itu sudah selesai. Bagaimana kalau kau saja yang mengawasi test kedua. Aku dan Gumy disuruh untuk membereskan lapangan. Oke?” kata Diki seraya pergi meninggalkan Zimi.
“aku juga. Duluan ya Zimi!” kata Gumy lalu mengejar Diki.
Ahh! Enggak setia kawan nih… Masa’ cuman aku aja yang ngawasin test kedua. Bosan Tahu! Pikir Zimi. Ya sudahlah. Lebih baik aku ngawas test kedua daripada enggak melakukan apapun. Zimi beranjak dari ruang makan menuju ruang test kedua.
Saat sampai di ruangan tersebut, Zimi diberi tugas untuk mengumpulkan Biodata seluruh calon yang berhasil melewati test pertama. Zimi mulai memberikan selebaran formulir kepada para calon yang lulus di test pertama. Saat memberikan selebaran yang terakhir, Zimi melihat perempuan berarmor putih dengan tameng dan pedang Cyclone. M-manis s-sekali… Pikir Zimi.
“Iya? Ada yang bisa saya bantu?” Tanya perempuan itu. ia tersenyum kepada Zimi. Zimi tersadar dan wajahnya memerah.
“A-ah. Maaf, s-saya ingin meminta formulir anda. Bolehkan?” Tanya Zimi. Ia sangat gugup.
“Tentu, bolehkah?” Kata perempuan itu. Zimi memberikan kertas formulir tersebut dengan tangan gemetaran. Aduh, kok jadi gugup begini ya? Pikir Zimi.
“Eh.. permisi… eh…” Kata perempuan itu. nampaknya ia ingin memanggil nama Zimi. Zimi menangkap maksudnya.
“Panggil saja Zimi.”
“Permisi tuan Zimi, apa yang sebenarnya akan diuji cobakan dalam test kedua ini?” Tanya perempuan tersebut.
“Baiklah nona…” Sekarang Zimi yang kebingungan.
“Shino.” Perempuan itu tersenyum.
“Baiklah nona Shino, test kedua merupakan test untuk unjuk kemampuan antar para calon. Disini tidak ada istilah menang pasti diterima. Bisa saja menang ditolak, kalah diterima.” Jelas Zimi panjang lebar. Nampaknya ia mulai bisa menguasai keadaan
“Hmm.. kalau begitu terima kasih tuan Zimi.”
“Sama-sama, namun saya ingin nona Shino tidak memanggil saya tuan Zimi. Cukup Zimi saja.”
“baik, tapi saya harap anda juga tidak memanggil saya nona, Zimi.”
“Tentu, dengan senang hati. Kalau boleh saya ingin mengambil formulir tersebut. “
“Ya. Ini dia.” Kata Shino seraya memberikan formulir tersebut kepada Zimi.
“Terima kasih. Saya mohon diri. Selamat tinggal” ucap Zimi seraya meninggalkan Shino. Dalam hati, Zimi senang sekali bertemu dengan Shino. Senangnya bisa bertemu seorang perempuan seperti dia. Kuharap aku bisa berjumpa dengannya lagi. Pikir Zimi. Zimi berlari dengan semangat menuju kantor tempat pengumpulan formulir.
* * *
Jam 16.00
Sudah saatnya pengumuman. Seluruh calon dinyatakan lulus karena kemampuan yang luar biasa. Tampak di lapangan, sorak sorai kebahagian kumpulan wanita tersebut. Diki cs berada di belakang Ryon untuk menyatakan kebanggaan atas keberhasilan mereka menjadi para Xianist perempuan.
“Untuk keberhasilan kalian, kami akan mengadakan pesta sebagai wujud kebanggaan kami kepada kalian karena lulus. Selamat berpesta!” Teriak Ryon disambut dengan sorak sorai para Xianist laki-laki dan Xianist perempuan.
Pesta pun dimulai, para Xianist Senior menyanyikan lagu-lagu untuk menghibur semua yang mengikuti pesta ini. Beberapa Xianist laki-laki berkumpul untuk membuat ayam bakar, ada juga yang berusaha mendekati para Xianist perempuan. Sedangkan Diki cs pergi menuju bukit yang ada di timur lapangan perekrutan.
Diki, Zimi, dan Gumy bercerita ngalor-ngidul saat menuju ke bukit tersebut. Namun, sesampainya di sana, mereka melihat tiga sosok wanita yang sedang melihat laut lepas dari bukit yang sedang dituju Diki cs. Diki cs memandangi ketiga wanita itu.
Diki cs memutuskan untuk mendekat.
“Permisi, apakah kalian para Xianist perempuan?” Tanya Gumy. Tiga perempuan itu menoleh ke arah Diki cs.
“Gumy?!” kejut seorang perempuan. Gumy sepertinya kenal suara itu. Ia mengerutkan keningnya.
“Mizuki?! Itu kau?” Tanya Gumy. Sosok perempuan yang memanggil Gumy muncul. Untunglah sinar bulan mulai menerangi malam, sehingga dua sosok tersebut pun terlihat.
“Shino?” Zimi mengenali sosok perempuan berarmor putih tersebut.
“Hai Zimi!” Shino melambaikan tangannya.
“K-Kau?” perempuan berarmor merah melihat ke arah Diki.
“Iya?!” Diki mengenali perempuan itu. Itu kan perempuan yang tadi… Pikir Diki.
“aku mencarimu. Pisaumu tertinggal saat kau sedang membereskan lapangan.” Kata perempuan berarmor merah yang dikenal dengan nama Astrid. Ia menyodorkan Pisau itu kepada Diki.
“Ah!” Diki memeriksa kantong celananya. “Hilang. Terima kasih banyak.” Diki mengambilnya.
“Sama-sama tuan Diki.” Astrid tersenyum. Diki kaget karena Astrid mengetahui namanya.
“Darimana kau tahu?”
“Di pisaumu tertulis nama Masterdiki. Dan aku yakin kalau kau adalah orangnya.”
“Kalau boleh tahu siapa nama nona?”
“Panggil saja Astrid.” jawab Astrid
Zimi tiba-tiba menyeletuk“Sedang apa kalian disini?”
“Kami hanya senang melihat pemandangan alam dari sini. Begitu tentram, persis seperti desa kami…”
“Desa kalian? Apa nama desa kalian?” Tanya Zimi tiba-tiba.
“Desa Rac Anhu. Desa yang berada di antara Negara Fenrir dan Negara Xian.” Jelas Shino.
“O…” Zimi mengangguk tanda mengerti.
“daripada kita ngobrol terus, bagaimana bila kami bergabung dengan kalian? Yah, sebenarnya kami pun ingin melihat pemandangan dari sini.”
“Dengan senang hati. Ayo!” ajak Mizuki. Mereka berenam menghabiskan waktu bersama untuk menghabiskan malam ini, di bawah sinar bulan yang menyinari sebagian dari daratan Verion.
* * *
Sementara itu, di lantai kedua barak Xian, Ryon sedang menulis beberapa berkas untuk di serahkan kepada kantor pusat di ruangannya. Tak lama, seorang prajurit datang dengan tergesa-gesa dan raut wajah yang menunjukkan sesuatu sedang terjadi.
“Ada apa ini?!” Teriak Ryon kepada prajurit tersebut.
“Ampun Tuan. Tapi, ada masalah yang sedang terjadi!”
“Apa itu?”
Prajurit tersebut memberikan seberkas surat bekas terbakar api. Walau begitu, tulisannya masih dapat dibaca dengan jelas. Ryon membacanya dengan seksama, dan pada akhir surat tersebut ia mengerutkan dahinya.
“Ini tidak dapat dibiarkan! Siapkan pasukan Battalion baru untuk membantu kota Ardent. Kita tidak boleh membuang waktu!” perintah Ryon.
“BAIK!” Jawab prajurit tersebut lalu berlari meninggalkan ruangan Ryon.
Ryon termangu dengan surat yang ia pegang. Kobaran api perang telah menyala… Pikir Ryon. Malam itu, Sinar rembulan masih terus menghiasi malam walau api perang telah membakar di sudut dataran Verion yang kelam…

< Previous Next >


Blogspot Templates by Isnaini Dot Com. Powered by Blogger and Supported by Doocu.Com - Free PDF upload and share